Nadiem: Guru Penggerak Jadi Pejuang untuk Transformasi Pendidikan Indonesia
Guru Penggerak diprioritaskan untuk menjadi kepala sekolah dan pengawasan sekolah.
JurnalGuru.id – Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengaku, Guru Penggerak akan menjadi perubahan paradigma pembelajaran untuk transformasi pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Guru Penggerak merupakan salah satu program yang dibentuk Nadiem dalam program Merdeka Belajar.
Maka dari itu, Guru Penggerak diprioritaskan untuk menjadi kepala sekolah dan pengawasan sekolah.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Mendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah.
Karena, Guru Penggerak ini dinilai mampu bahkan menjadi “pejuang” untuk memberikan perubahan besar dalam dunia pendidikan.
“Bapak dan Ibu Guru Penggerak yang akan melanjutkan tugas berat ini. Saya ingin Anda membangun jaringan-jaringan yang akan mati-matian membela gerakan Merdeka Belajar,” ucap Nadiem saat melakukan kunjungan ke Sumatera Barat pada akhir 2022.
Kendati banyak Guru Penggerak masih berusia muda, tetapi mereka telah berhasil mengikuti pendidikan selama sembilan bulan dengan semua tantangan yang menempa karakter dan meningkatkan keterampilan kepemimpinan.
“Seorang pemimpin itu harus berani mencoba dan melakukan perubahan, seperti halnya Guru Penggerak,” ujar Menteri Nadiem.
Nadiem menambahkan jika umur seseorang itu tidak berkaitan dengan kemampuan memimpin, begitu pula dengan latar belakang seseorang.
“Jangan takut menjadi pemimpin di usia muda. Coba dulu. Kalau gagal, ya coba lagi dan lakukan perubahan (transformasi pendidikan Indonesia) dengan bersama-sama,” ungkapnya.
Tugas Guru Penggerak jadi penuntun bukan penuntut
Seorang guru kimia SMA Plus Budi Utomo, Makassar, Andi Fahri mengatakan, tugasnya sebagai guru tidak hanya menuntun murid untuk menemukan minat, bakat, dan kompetensinya.
Dan juga bukan untuk menuntut nilai tinggi.
“Ada satu kata yang menyadarkan saya, yaitu menuntun. Di sini saya mendapatkan pengalaman belajar bahwa dulu saya memaksakan kepada murid untuk bisa, harus tahu, dan nilai tinggi. Tetapi setelah mengikuti pendidikan Guru Penggerak, saya dapat pembelajaran bahwa sebagai guru saya seharusnya menuntun bukan menuntut,” kata Andi.
“Layaknya petani, kalau ingin mendapatkan padi yang bagus harus dirawat dan dipupuk. Begitu juga murid,” imbuh dia.
Saat menjalani pendidikan Guru Penggerak, dia memperoleh modul yang membantunya untuk belajar lagi menjadi guru dengan cara pandang baru.
Motivasinya semakin tinggi saat membaca dan merefleksi bagian pemikiran Ki Hadjar Dewantara, bahwa anak tumbuh sesuai dengan kodratnya.
“Bukan dengan memaksa untuk menyelesaikan pembelajaran di level yang sama,” jelas dia.
Bukan hanya itu, selama pendidikan Guru Penggerak, dia memperoleh materi tentang pembelajaran berdiferensiasi.
Jadi siswa digali kebutuhannya melalui asesmen diagnostik kognitif dan asesmen diagnostik non-kognitif.
Asesmen diagnostik kognitif untuk mengetahui minat, bakat, dan kompetensi yang dimiliki. Sedangkan asesmen diagnostik non-kognitif untuk mengetahui latar belakang sosial budayanya sekaligus cara apa yang paling tepat untuk pembelajaran anak tersebut.
“Jadi kita tahu anak ini minatnya apa, dia bagusnya di bidang apa, dan bagaimana cara memaksimalkan potensinya,” tutur dia.
Tak hanya siswa saja, guru juga didorong untuk membuat sesuatu yang baru dan berbeda.
“Saya juga tidak hanya dituntut untuk memimpin diri, tapi juga untuk memaksimalkan aset dan potensi sekolah selama jadi Guru Penggerak,” tegas dia.
Guru Penggerak lebih paham memperlakukan murid
Cerita manfaat jadi Guru Penggerak Merdeka Belajar untuk pendidikan Indonesia juga datang dari Syahriani Jarimollah dari SMPN 7 Makassar.
Wanita yang akrab disapa ini mengungkapkan bagaimana menjadi Guru Penggerak mengubah pola pikirnya.
Selama 9 bulan mendapat pendidikan Guru Penggerak, itu bisa membentuk dirinya memahami bagaimana cara memperlakukan murid, teknik membuat anak kembali ke ruang belajar, dan bagaimana membuat orang bergerak bersama tanpa disuruh atau dipaksa.
“Saya sebenarnya memaksa, tapi mereka tidak merasa dipaksa,” ucap Ani yang merupakan guru matematika ini.
Salah satu program Guru Penggerak yang dijalankan Ani adalah membawa siswa ke luar ruang kelas (outing).
Kegiatan ini, sebut Ani, terbukti mempercepat peningkatan semangat anak untuk kembali belajar setelah dua tahun belajar dari rumah karena efek pandemi Covid-19.
Anak-anak dibawa untuk mencari ilmu baru di tempat-tempat yang berada di luar sekolah.
“Dibawa ke tempat pembuangan sampah untuk belajar membuat pupuk kompos saja mereka sangat senang,” ucapnya.
Di kurikulum merdeka pada program Merdeka Belajar, sebesar 25 persen waktu pembelajaran dilakukan dengan kegiatan di luar kelas atau proyek.
Jadi, siswa dapat mengerjakan tugas dari gurunya dengan mencari tahu langsung di lapangan.
Kegiatan ini sebagai bentuk layanan guru kepada siswa yang diibaratkan sebagai pelanggan.
“Kami guru ini tidak akan ada kalau tidak ada siswa. Siswa itu pelanggan kami yang harus kami puaskan,” jelas Ani.
Setelah jadi guru penggerak, pola pikir yang dimiliki Ani berubah menjadi berbasis aset.
Pembelajaran, kata dia, tidak berhenti karena alat dan sarana tidak tersedia, tapi setiap aset yang ada di sekitar bisa jadi alat atau sarana pembelajaran.
“Jangan sampai kalau ada masalah yang tidak ketemu solusinya kita berhenti, justru manfaatkan aset yang ada untuk berkreasi,” tegas dia.
Bantu Guru Penggerak jadi Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah
Saat Nadiem berkunjung ke Kalimantan Barat pada Oktober 2022, dia mengimbau kepada pemerintah daerah (Pemda) agar memprioritaskan Guru Penggerak untuk menjadi kepala sekolah atau pengawas Sekolah.
“Guru Penggerak tidak akan bermakna besar bagi daerah, jika para kepala daerah tidak mengangkat mereka menjadi kepala sekolah atau pengawas,” ucap Nadiem.
Saat ini, program Guru Penggerak yang dibentuk Nadiem di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan mencapai angkatan 9-10.
Dalam Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbudristek) Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, pemerintah menegaskan bahwa jalur kepemimpinan pendidikan ke depan adalah dari jalur Guru Penggerak.
Nadiem menjelaskan, pada peraturan tersebut bahwa syarat jadi kepala sekolah harus memiliki sertifikat Guru Penggerak.
Sementara itu, berdasarkan Permendikbudristek Nomor 26 Tahun 2022, sertifikat Guru Penggerak juga digunakan untuk pemenuhan syarat sebagai pengawas sekolah atau penugasan lain di bidang pendidikan.
“Mohon kepada kepala daerah (Pemda) untuk mendukung dan mendorong implementasi Permendikbudristek tersebut. Lulusan program Guru Penggerak ini harus diprioritaskan jadi kepala sekolah dan pengawas,” ucap dia.
Nadiem meyakini selama 5-10 tahun ke depan, akan ada perubahan besar yang terjadi atas tangan dan jerih payah yang dilakukan Guru Penggerak.
“Lima sampai sepuluh tahun lagi, Bapak/Ibu semua akan kaget dan terkejut dengan betapa besar dampak perubahannya. Insya Allah kita akan mencapai cita-cita Merdeka Belajar untuk generasi seterusnya di Indonesia,” jelas Nadiem.
Jadi bagi guru yang belum menjadi Guru Penggerak, maka bisa mendaftar pada angkatan 10. Tujuannya, agar bisa mengubah pendidikan Indonesia lebih baik lagi ke depannya yang sejalan dengan Program Merdeka Belajar.
(Sumber: Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Guru Penggerak Jadi “Pejuang” untuk Transformasi Pendidikan Indonesia“